Selamat Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024

Tuesday, June 9, 2009

Rp 200 Juta untuk Satu Medali Emas Tenis Meja

SATU medali emas akan dinilai dengan bonus Rp 200 juta oleh PTMSI. Iming-iming bonus yang menggiurkan ini tidak lain guna memacu para atlet tenis meja memberikan yang terbaik dalam usaha menghadirkan medali emas dari cabang ping pong yang gagal total di Kuala Lumpur dua tahun lalu.

MANAJER tim Indonesia, Deddy Kurniawan Wikanta menegaskan, janji bonus itu, antara lain, untuk memberikan ransangan bagi para atlet memacu kemampuan mereka. "Uang itu sendiri disiapkan oleh pengurus PTMSI," tegas Kurniawan.



Timbul pertanyaan, apakah janji bonus itu akan menjadi kekuatan kedua, di balik kemampuan teknis para atlet yang telah berlatih selama lima bulan di Korea Utara (Korut)?

Itu kalau kita berbicara tentang kelompok putra.

Bagaimana dengan putrinya? Setelah era dua bersaudara Carla Tedjasukmana dan Diana Wuisan, maka muncul generasi di bawahnya seperti Aliana Gunawan, Ellyana Effendi, dan Chandra Dewi. Akan tetapi, gebrakan putri kita mulai terasa lagi setelah munculnya Evi Sumendap, Rossy Depoyanti Syechbubakar, Mulatsih, dan Ling Ling Agustin.

Dalam partisipasi kita sejak tahun 1977, tenis meja hanya dua kali menyumbang satu medali emas, yaitu di SEA Games 1985 di Bangkok, dan SEA Games 1999 di Brunei Darussalam. Sedangkan di SEA Games 2001 di Kuala Lumpur, tenis meja pulang dengan tangan kosong, alias tanpa emas. Di luar ketiga SEA Games tersebut, tenis meja boleh berbangga dengan tidak pernah merebut kurang dari empat medali emas.

Masa keemasan tenis meja di SEA Games terjadi sepuluh tahun lalu di SEA Games 1993 Singapura. Seluruh tujuh medali emas saat itu diboyong Anton Suseno serta Rossy Syechbubakar dan kawan-kawan.

Bagaimana dengan SEA Games Vietnam 2003 ini? KONI sendiri tidak menargetkan emas dari tenis meja. Begitu pun PTMSI tidak berani sesumbar mematok jumlah berapa medali emas yang bakal disabet atletnya. Akan tetapi, melihat persiapan serius yang dilakukan PTMSI dengan mengirimkan atletnya berlatih selama lima bulan di Korea Utara (Korut) dan ditempa oleh pelatih Korut pula, maka hitung-hitungan kasar di atas kertas, tenis meja minimal bisa menyabet dua emas.

Dari nomor mana saja emas itu akan muncul?

Manajer tim tenis meja untuk SEA Games, Deddy Kurniawan Wikanta memperkirakan dari nomor tunggal dan ganda putra. "Di kedua nomor itu, meski lawan-lawan dari Vietnam, Thailand, dan Singapura cukup berimbang, tetapi Indonesia punya peluang membuat kejutan," jelas Kurniawan yang juga adalah Ketua Bidang Pembinaan PTMSI.

Satu hal yang mungkin perlu diwaspadai adalah faktor nonteknis yang bisa menghambat langkah kita merebut medali emas. Faktor nonteknis di sini adalah soal kepemimpinan wasit.

Dalam SEA Games 1989 di Kuala Lumpur, atlet kita dirugikan oleh wasit tuan rumah sehingga terjadi walk out. Ketika itu, Rossy Syechbubakar terpaksa menangis pilu di pelukan pelatihnya Diana Wuisan setelah dikerjai wasit tuan rumah Goh Kun Tee yang memberikan angka gratis kepada atlet tuan rumah. Padahal, bola pukulan Rossy menyambar tipis bibir meja, namun wasit mengatakan keluar dan memberikan angka bagi lawan Rossy, Leong Mee Wan.

Saat itu, Ketua umum PTMSI, Ali Said (almarhum) yang berada di arena pertandingan dengan nada tinggi menginstruksikan atlet dan ofisial tenis meja kita untuk mengundurkan diri. Manajer tim Noeryanto tak berangnya menyaksikan ulah wasit tuan rumah tersebut.

Generasi baru

Sejak Juli lalu PTMSI mengirim delapan atlet (lima putra dan tiga putri) berlatih di Korut. Mereka yang diseleksi dari hasil invitasi nasional tahun 2002 dan kejuaraan Asia Tenggara di Jakarta 2002 ini adalah Ismu Harinto, David Jakob, Yon Maryono, Zainudin, Reno Handoyo (putra), Nilasari, Christine, dan Septi Diah (putri).

Kedelapan atlet ini akan ditambah satu atlet putri lagi yang tidak berlatih bersama di Korut. Atlet tersebut, Lindawati, yang berlatih sejak tiga bulan lalu di Beijing (Cina) dan ditangani pelatih asal Cina Yu Xhe Shi. Pemisahan Lindawati berlatih di Cina ini, menurut Kurniawan, untuk memperoleh variasi permainan berbeda.

Untuk keperluan berlatih di luar negeri, PTMSI memperkirakan menghabiskan sekitar Rp 590 juta. Para atlet tenis meja ini akan bergabung di Beijing, 30 November dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Hanoi, Vietnam. Tenis meja akan berlaga di luar Kota Hanoi, tepatnya di Kota Hai Duong, 6-12 Desember.

Selama menjalani latihan di Korut, kedelapan atlet ditangani langsung pelatih Korut, Ri Song Gil (putri) dan Park Yong Nam (putra). Keduanya dibantu asisten pelatih Bobby Regar (putra) dan Ali Hasibuan (putri). Dari nama-nama atlet yang dipersiapkan ke Vietnam ini, mereka semuanya memang merupakan generasi baru di tenis meja.

Seniornya, seperti Anton Suseno, Deddy da Costa (putra), Rossy Depoyanti Syechbubakar, Yulianti, dan Putri Hasibuan (putri) tidak dilibatkan lagi.

Menurut Kurniawan, kelompok putri memang berat untuk bisa merebut medali emas. Lawan-lawan tangguh akan datang dari Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Singapura yang diperkirakan akan merajai kelompok putri, masih mengandalkan pemain veteran seperti Jin Jun Hong. Selain itu, ada pemain berdarah Cina, Zhang Xueling, yang menjuarai nomor tunggal Kejuaraan Asia Tenggara di Jakarta tahun lalu.

Di nomor perseorangan tunggal putri, Indonesia akan mengandalkan Nilasari dan Christine. Sedangkan di nomor beregu yang mempertandingkan lima partai, Indonesia kemungkinan menurunkan Nilasari, Christine, dan Septi Diah.

Kelompok putra, Harinto dan Jakob dipersiapkan untuk nomor tunggal perseorangan maupun beregu. Keduanya akan didampingi Yon Maryono di nomor beregu. .

Menurut Kurniawan, jika ukurannya kejuaraan Asia Tenggara tahun 2002 di Jakarta, maka di kelompok putra, Indonesia akan mendapat lawan berat dari Vietnam dan Singapura. Dalam kejuaraan Asia Tenggara tersebut, Indonesia hanya menyabet satu emas lewat ganda putra, Yon Maryono/David Jakob. Selain itu, satu perak dari ganda putri Yulianti/Rossy Syechbubakar dan tiga perunggu dari tunggal putra Yon Maryono, ganda putra Deddy da Costa/Ismu Harinto dan ganda campuran Deddy da Costa/Yulianti.

Dari para atlet penyumbang lima medali ini, hanya di nomor ganda putra Yon Maryono dan David Jakob serta Ismu Harinto di ganda putra yang akan berlaga di Vietnam. Sisanya, Deddy da Costa, Rossy Syechbubakar dan Yulianti tidak diikutsertakan. Ini berarti ada kepincangan kekuatan. Meski demikian, Kurniawan tetap yakin dari nomor tunggal putra, ganda putra, dan kemungkinan beregu putra, Indonesia bisa merebut medali emas. Semoga! (YESAYAS OKTOVIANUS)

sumber : www.kompas.com


Share:

0 comments:

Post a Comment

Arsip


Visitor

Followers