Selamat menunaikan ibadah puasa

Wednesday, June 10, 2020

Motivator Bagi Guru Yang Mengabdi di Daerah Pedalaman


Malam ini pertemuan ke 5 kelas "BELAJAR MENULIS" nara sumber yang hadir adalah Guru Agung. Malam ini dengan sudut pandang yang berbeda Guru Agung akan menjelasakan tentang penulisan dan penerbitan buku di bidang pendidikan dan keguruan.
Sharing Guru Agung tentang pengalamannya, bergabung di Dompet Dhuafa. Dengan mengajak guru-guru yang mengabdi di pelosok daerah untuk menulis dan berkarya. Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, kegiatan menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana.
Gaya bahasa yang berbeda-beda belum terbiasa dengan penggunaan komputer, listrik yang hanya menyala pada waktu malam hari dan masalah ejaan yang belum disempurnakan merupakan masalah yang dialami di daerah.
Sebagai salah satu cara untuk mengatasinya maka dilakukalah model pendampingan intensif kurang lebih setahun. Dengan sabar relawan melakukan bimbingan dan pendampingan.
Buku-buku edukatif dan inspiratif lahir dari kegiatan tersebut. Untuk mencetak dibiayai oleh donasi zakat yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Dan buku tersebut tidak diperjual belikan tetapi dibagikan gratis buat guru-guru di daerah lain yang membutuhkan. Buku-buku tersebut ternyata dapat memberi manfaat dan masukan bagi inovasi pembelajaran di daerah lain.
Pernah ada guru muda yang meninggal dalam tugas penempatan yang bernama Jamilah Sampara. Sebelum meninggal dia sempat menulis cerita dalam buku “Batu, daun, cinta Teman Setia Belajarku”. Pejuang Dompet Dhuafa tersebut, Kini namanya diabadikan menjadi nama penghargaan “Jamilah Sampara Award” bagi guru-guru terbaik Sekolah Guru Indonesia.
Hampir semua buku-buku yang diterbitkan adalah antologi, nulis bareng-bareng. Cara unik untuk mengajarkan pada guru-guru kami menulis yaitu dengan menulis “Jurnal Perjalanan Guru”. Jurnal itu wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di Kampus SGI. Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama si siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan. Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal tasi dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi. Jadi ini bisa jadi semacam refleksi dan evaluasi.
Melalui jurnal ini, kita pun para pengelola dan dosen jadi tahu tentang perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka. Jika ada perasaan hati yang negatif, kita bisa langsung coaching atau konseling. Ada yang rindu keluarga, ada yang sakit hati... macam-macam ceritanya. Kebiasaan menulis jurnal harian ini, Guru jadi terlatih buat menulis.
Namun kegiatan ini belum cukup, harus ada upaya tambahan yaitu banyak-banyak membaca untuk melatih literasi mereka. Acara bedah buku rutin yang dilakukan harian dan mingguan. Yang bertugas sebagai pembina apel (bergantian) dialah yang akan memberi kajian bedah buku tidak yang berat-berat novel pun bisa.
Selain bedah buku, untu memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel biasanya ada kegiatan “Semangat Pagi” untuk memberi motivasi secara bergantian dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh. Hal ini efektif juga untuk literasi guru. Kami sangat percaya bahwa menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri.
Simpulan:
1.      Saya pribadi merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
2.      Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.
3.      Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada".

Share:

8 comments:

Arsip


Followers